Etika Psikologi

Kode etik psikologi merupakan dasar perlindungan dari nilai – nilai yang diterapkan

prinsip umum kode etik

Penghormatan pada Harkat Martabat Manusia

Pelanggaran Terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia

Dalam dunia profesi tentunya diperlukan sebuah norma atau aturan untuk mengatur profesionalitas kinerja seseorang.

Psikologi Sosial

PSIKOLOGI SOSIAL Psikologi sosial merupakan keilmuan yang mempelajari tentang hubungan antara manusia dan kelompok pada lingkungannya yang dipengaruhi dengan perilaku manusia.

Teori psikologi Sosial

Teori Psikologi Sosial Teori Penguatan (Reinforcement Theory)

Sabtu, 28 April 2018

Tingkah Laku Menolong

 
  Tingkah Laku Menolong
 
Image result for tingkah laku menolong
 
Tingkah laku menolong atau dalam psikologi sosial dikenal dengan tingkah laku prososial,adalah tindakan individu yang ditujukan untuk menolong oranglain tanpa adanya keuntunganlangsung bagi si penolong (Baron, Byrne, dan Branscombe, 2006). Deaux, Dane, dan Wrightsman(1993) Mengatakan bahwa dalam tingkah laku menolong yang lebih diutamakan adalah kepentinganoranglain dibandingkan kepentingan diri sendiri, terutama dalam situasi darurat.Menolong sebagai tingkah laku yang ditujukan untuk membantu orang lain, dalam beberapakasus bisa saja tidak dapat mencapai tujuannya. Hal ini dapat disebabkan karena penolong tidakmengetahui kesulitan korban yang sesungguhnya (Hollander, 1981) atau karena penolong tidakmempunyai keterampilan yang dibutuhkan untuk menolong korban sehingga dapat berakibat fatal,baik bagi penolong maupun yang ditolong.Contoh dari tingkah laku menolong yang paling jelas adalah alturisme, yaitu motivasi untukmeningkatkan kesejahteraan oranglain (Batson, 1995,2008). Pada alturistik, tindakan seseoranguntuk memberikan bantuan pada oranglain adalah bersifat tidak mementingkan diri sendiri (selfless)bukan untuk kepentingan diri sendiri (selfish).Untuk mengetahui motivasi yang mendasari tingkah laku menolong, apakah selfless atau selfish sampai batas tertentu adalah sulit. Sebagian karena manusia tidak selalu tepat dalammenyimpulkan penyyebab tingkah laku seseorang (Fiske & Taylor, 1991) dan sebagian lagi karenamanusia cenderung menampilkan diri mereka dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial(Durkin, 1996).
 
Mengapa Orang Menolong?
 
 Teori Evolusi
 
Menurut teori evolusi, inti dari kehidupan adalah kelangsungan hidup gen. Gen dalam dirimanusia telah mendorong manusia untuk memaksimalkan kesempatan berlangsungnya suatu genagar tetap lestari.
 
1. Perlindungan Kerabat (kin protection) 
Orangtua selalu siap memberikan bantuan kepada anaknya walau harusmengorbankan kepentingan pribadinya demi anaknya, tindakan ini karena orangtuaberusaha menjaga kelangusungan hidup gen-gen orangtua yang ada di anaknya. Orantuayang mengutamakan kesejahteraan anak dibandingkan dengan kesejahteraan anaknyadibandingkan kesejahteraan dirinya, maka gennya akan mempunyai peluang yang lebihbesar untuk bertahan dan lestari dibandingkan orangtua yang mengabaikan anaknya.
 
.2. Timbal-balik Biologik (     Biological Reciprocity ) Dalam teori evolusi terdapat prinsip timbal balik, yaitu menolong untuk memperolehpertolongan kembali (Sarwono, 2002). Seseorang menolong karena ia mengantisipasi kelakorang yang ditolong akan menolongnya kembali sebagai balasan, dan bila ia tidak menolongmaka kelak ia pun tidak akan menolong.Kelemahan dari teori evolusi adalah kurang dapat menjelaskan mengapa adaperbedaan individual dalam tingkah laku menolong. Dalam satu keluarga, bila keluarga, bilamenusia telah terprogram secara genetik untuk menolong maka bagaimna bisa terjadidalam keluarga tersebut ada anggota keluarga yang menolong dan ada yang tidak sukamenolong?
 
 

Hubungan interpersonal

  Hubungan Interpersonal 

 Image result for hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal adalah ikatan kuat diantara dua atau lebih orang. Daya tarik diantara individu-individu membawa mereka dekat kepada satu sama lain dan pada akhirnya menghasilkan hubungan interpersonal yang kuat.

Bentuk-bentuk hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal bisa berkembang diantara:
-    Individu-individu yang bekerja bersama di dalam organisasi yang sama
-    Orang-orang yang bekerja di dalam tim yang sama
-    Hubungan antara seorang pria dan seorang wanita (percintaan, pernikahan)
-    Hubungan antara para anggota keluarga dan sanak saudara
-    Hubungan antara seorang anak dengan orangtuanya
-    Hubungan antara teman-teman

Hubungan juga bisa berkembang di dalam sebuah kelompok (hubungan antara murid-murid dengan gurunya, dan lain sebagainya).

Hal-hal yang harus dimiliki dalam sebuah hubungan interpersonal
-    Para individu dalam hubungan interpersonal harus berbagi tujuan dan objektif yang sama. Mereka harus memiliki minat yang sama dan berpikir dalam jalur yang sama. Dan akan lebih baik jika para individu tersebut berasal dari latar belakang yang sama.
-    Para individu dalam hubungan interpersonal harus menghormati cara pandang dan opini satu sama lain. Rasa saling percaya adalah sangat penting.
-    Para individu harus terikat kepada satu sama lain untuk sebuah hubungan interpersonal yang sehat.
-    Transparansi memainkan peran yang vital di dalam hubungan interpersonal. Adalah sangat penting bagi individu untuk tetap jujur dan transparan.

Hubungan interpersonal yang kuat antara seorang pria dan seorang wanita mengarah kepada persahabatan, cinta dan akhirnya kepada pernikahan.
-    Komitmen adalah sangat esensial dalam pernikahan dan hubungan cinta.
-    Masing-masing harus merasa terikat kepada satu sama lain dan yang paling penting, percaya kepada satu sama lain.

Hubungan interpersonal antara teman-teman
-    Teman-teman haruslah jujur kepada satu sama lain
-    Berada di samping teman anda saat mereka membutuhkan
-    Hindari melecehkan dan membuatnya sebagai bahan candaan
-    Cobalah untuk tidak mencampurkan antara persahabatan dengan cinta, karena ia akan menciptakan masalah dan kesalahpahaman.

Hubungan interpersonal antara anak-anak dan orangtua mereka, kakak dan adik, anggota keluarga atau sanak saudara haruslah selalu memiliki unsur-unsur kepercayaan, komitmen dan kepedulian.


 

SIKAP

SIKAP
 Image result for GAMBAR SIKAP
Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial. Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek dunia sosial serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka individu terhadap isu, ide, orang lain, kelompok sosial dan objek (Baron, 2004).
Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menetukan kecendrungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005).
Azwar (2005), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Para ahli Psikologi sosial mengklasifikasikan pemikiran tentang sikap, dalam dua pendekatan. Pendekatan yang pertama memandang sikap sebagai kombinasi reaksi aktif, perilaku, dan kognitif terhadap suatu objek (Breckler, 1984; Katz &Stotland, 1959; Rajecki, 1982; dalam Brehm & Kassin, 1990; dalam Azwar, 2005). Di sini Secord dan Bacman (1964) membagi sikap menjadi tiga komponen yaitu Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap. Pendekatan kedua ialah pendekatan yang timbul karena adanya ketidakpuasan atas penjelasan mengenai inkonsistensi yang terjadi diantara ketiga komponen kognitif, afektif, dan perilaku dalam membentuk sikap (Brehm & Kassian, 1990).
Psikolog sosial memandang sikap sebagai hal yang penting bukan hanya kerena sikap itu sulit untuk diubah, tetapi karena sikap sangat mempengaruhi pemikiran sosial individu meskipun sikap tidak selalu direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak dan juga karena sikap seringkali mempengaruhi tingkah laku individu terutama terjadi saat sikap yang dimiliki kuat dan mantap (Baron, 2004).
Berdasarkan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
  • Komponen Sikap
Sikap dibagi menjadi tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap (dalam Azwar, 2005).
Mann (dalam Azwar, 2005) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimilki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Kompoenen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.
Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
  •  Pembentukan Sikap
Sikap terbentuk dari adanya interaksi yang dialami oleh individu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangan hidup manusia. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, seseorang membentuk sikap tertentu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain. Melalui interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 2005).
  •  Sikap dan Perilaku
Sikap menjadi perilaku dapat dilihat dalam dua pendekatan. Pertama, teori perilaku beralasan mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.
Kedua, teori perilaku terencana menyatakan keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif, dan pada control perilaku yang dihayati. Sikap terhadap sutu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.
  • Konsistensi Sikap-Perilaku
Sikap merupakan suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkantidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Potensi reaksi itu akhirnya dinytakan dalam bentuk reaksi perilaku yang konsisten atau sesuai apabila individu dihadapkan pada stimulus sikap.
Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh factor-faktor situasional tertentu kondisi apa, waktu apa, dan situasi bagaimana saat individu tersebut harus mengekspresikan sikapnya merupakan sebagian dari determinan-determinan yang sangat berpengaruh terhadap konsistensi antara sikap dengan pernytaannya dan antar pernytaan sikap dan perilaku. Sikap seharusnya dipandang sebagai suatu predisposisi untuk berprilaku yang akan tampak actual hanya bila kesempatan untuk menyatakannya terbuka luas. Mann(1969) mengatakan bahwa sekalipun sikap merupakan predisposisi evaluative yang banyak menetukan bagaimann individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata, akan tetapi oleh berbagai factor eksternal lainnnya. Pada dasarnya, sikap memang lebih bersifat pribadi sedangkan tindakan atau kelakuan lebih bersifat umum atau social, karena itu tindakan lebih peka terhadap tekanan-tekan sosial.
  •  Perubahan Sikap
Proses perubahan sikap selalu dipusatkan pada cara-cara manipulasi atau pengendalian situasi dan lingkungan untuk menghasilkan perbahan sikap ke arah yang dikehendaki. Dasar-dasar manipulasi diperoleh dari pemamahaman mengenai organisasi sikap, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan proses perubahan sikap.
Pada teori Kelman (dalam Azwar, 2005) ditunjukkan bagaimana sikap dapat berubah melaui tiga proses yaitu kesediaan, identifikasi, dan internalisasi. Kesediaan terjadi ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau dari kelompok lain dikarenakan individu berharap untuk memperolah reaksi atau tanggapan positif dari pihak lain tersebut. Identifikasi terjadi saat individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggap individu sebagai bentuk hubungan yang menyenangkan antara individu dengan pihak lain termaksud. Internalisasi terjadi saat individu menerima pengaruh dan bersedia bersikap menurut pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dipercayai individu dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya (Azwar, 2005).
Proses mana yang akan terjadi dari ketiga proses tersebut banyak bergantung pada sumber kekuatan pihak yang mempengaruhi, berbagai kondisi yang mengendalikan masing-masing proses terjadinya pengaruh, dan implikasinya terhadap permanensi perubahan sikap (Kelman, dalam Azwar 2005).

Jumat, 27 April 2018

HARGA DIRI

Pengertian Harga Diri (Self Esteem)

 

Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Sedangkan menurut Gilmore (dalam Akhmad Sudrajad)  mengemukakan bahwa: “….self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself. Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.

Arti Harga Diri (Self Esteem)

Menurut pendapat beberapa ahli  tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri (self esteem) adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.



Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.

Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya), melalui pemberian kasih sayang  yang tulus sehingga  anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan  harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasiltator.
Akhmad Sudrajad mengatakan bahwa pentingnya pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya (Jordan et. al. 1979)

PERSEPSI

PERSEPSI



Umumnya istilah persepsi digunakan dalam bidang psikologi. Secara terminology sebagaimana dinyatakan Purwodarminto (1990: 759), pengertian persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pengindraan. Sedangkan dalam kamus besar psikologi, persepsi diartikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada dilingkungannya.
Menurut  Asrori (2009:214) pengertian persepsi adalah “proses individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan memberi makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman.” Dalam pengertian persepsi tersebut terdapat dua unsur penting yakni interprestasi dan pengorganisasian. Interprestasi merupakan upaya pemahaman dari individu terhadap informasi yang diperolehnya. Sedangkan perorganisasian adalah proses mengelola informasi tertentu agar memiliki makna.
Persepsi merupakan suatu proses yang dipelajari melalui interaksi dengan lingkungan sekitar. Persepsi sesorang timbul sejak kecil melalui interaksi dengan manusia lain.  Sejalan dengan hal itu, Rahmat (1990:64) mendefiniskan pengertian persepsi sebagai: “pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”. Kesamaan pendapat ini terlihat dari makna menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang memiliki keterkaitan dengan proses untuk memberi arti
Menurut Slameto (2010:102) pengertian persepsi adalah proses yang berkaitan dengan masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia, melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera pengelihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium.
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983: 89), pengertian Persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut antara  lain: kemampuan untuk membedakan, kema mpuan untuk mengelompokan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena  itu seseorang bisa saja memiliki  persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan.
Pengertian Persepsi
Menurut Irwanto (1991:71) pengertian persepsi adalah proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Reaksi seseorang terhadap suatu objek dapat diwujudkan dalam bentuk  sikap atau tingkah laku seseorang tentang apa yang dipersepsikan.
Menurut Robbins (1999:124) pengertian persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian dianalisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna. Sedangkan menurut Thoha (1999:123-1 24), pengertian persepsi  pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami  setiap informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. 
Eysenck dalam Asrori (2009:215) menyatakan bahwa persepsi sesungguhnya memerlukan proses belajar dan pengalaman. Hasil proses belajar dan interaksi seseorang akan memberikan pengalaman bagi dirinya untuk dapat membandingkan keadaan yang dihadapi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud persepsi adalah proses menerima, membedakan, dan memberi arti terhadap stimulus yang diterima alat indra, sehingga dapat memberi kesimpulan dan menafsirkan terhadap objek tertentu yang diamatinya.
SYARAT TERJADINYA PERSEPSI.

Menurut Walgito (1989:54) ada tiga syarat terjadinya persepsi yaitu :
  1. Adanya objek yang dipersepsi.
  2. Adanya alat indra atau reseptor.
  3. Adanya perhatian.

Adanya objek atau peristiwa sosial yang menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indra (reseptor). Dalam hal ini objek yang diamati adalah perilaku keterampilan guru dalam penggunaan media pembelajaran, di sini siswa diminta memberikan suatu persepsi terhadapnya. Alat indra merupakan alat utama dalam individu mengadakan persepsi dan merupakan alat untuk menerima stimulus, tetapi harus ada pula  syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Adanya perhatian dari individu merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Individu harus mempunyai perhatian pada objek yang bersangkutan. Bila telah memperhatikannya, selanjutnya individu mempersepsikan apa yang diterimanya dengan alat indra.

Selanjutnya Walgito (1989:56) menambahkan bahwa persepsi dipengaruhi banyak faktor diantaranya faktor perhatian dari individu, yang merupakan aspek psikologis individu dalam mengadakan persepsi.

Menurut Parek (1984:14) persepsi dipengaruhi faktor interen yang berkaitan dengan diri sendiri (misalnya latar belakang pendidikan, perbedaan pengalaman, motivasi, kepribadian dan kebutuhan) dan faktor ekstern yang berkaitan dengan intensitas dan ukuran rangsang, gerakan, pengulangan dan sesuatu yang baru. Dengan demikian, membicarakan persepsi pada dasarnya berkenaan dengan proses perlakuan seseorang terhadap informasi tentang suatu objek yang masuk pada dirinya melalui pengamatan dengan mengunakan panca indra yang dimilikinya. 

Sumber : http://ainamulyana.blogspot.com/2016/01/pengertian-persepsi-syarat.html