Etika Psikologi

Kode etik psikologi merupakan dasar perlindungan dari nilai – nilai yang diterapkan

prinsip umum kode etik

Penghormatan pada Harkat Martabat Manusia

Pelanggaran Terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia

Dalam dunia profesi tentunya diperlukan sebuah norma atau aturan untuk mengatur profesionalitas kinerja seseorang.

Psikologi Sosial

PSIKOLOGI SOSIAL Psikologi sosial merupakan keilmuan yang mempelajari tentang hubungan antara manusia dan kelompok pada lingkungannya yang dipengaruhi dengan perilaku manusia.

Teori psikologi Sosial

Teori Psikologi Sosial Teori Penguatan (Reinforcement Theory)

Selasa, 27 Maret 2018

Teori psikologi sosial

Teori Psikologi Sosial

Related image


  1. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Teori penguatan ini berdasarkan pendekatan behaviorisme terdiri dari beberapa teori yaitu :
  • Teori Belajar Sosial dan Imitasi (Theories of Social Learning and Imitation)
Mekanisme imitasinya dibagi menjadi 3, yaitu (1) Same behavior : perilaku yang menyatakan tingkah yang sama antara dua individu terhadap rangsang yang sama. (2) matched-dependent behavior : perilaku meniru orang lain yang dianggap lebih superior. Perilaku pihak kedua akan menyesuaikan perilaku pihak pertama. (3) Copying : perilaku meniru atau dasar isyarat (tingkah laku) dari model yang diberikan, termasuk model di masa lampau.
  • Observational Learning
Dikemukakan oleh Bandura dan Waltens, bahwa tingkah laku tiruan merupakan bentuk asosiasi dari suatu rangsang. Teori ini dapat pula menerangkan timbulnya emosi yang sama dengan emosi pada model. Menurut mereka terdapat tig macam pengaruh tingkah laku model : (1) Modeling effect : peniru melakukan tingkah laku baru sesuai dengan model. (2) Inhibition dan disinhibition: tingkah laku tidak sesuai dengan tingkah laku model akan dihambat dan tingkah laku yang sesuai dengan model akan dihapuskan segala hambatannya. (3) Facilitation effect : perilaku model sudah dipelajari i=oleh penitu kemudian muncul lagi dengan mengamati perilaku model.
  1. Teori Penguatan Sosial (Social Reinforcement Exchange Theories)
Teori ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
  • Teori Tingkah Laku Sosial Dasar (Behavioral Sociological Model of Social Exchange). Dicontohkan oleh Homas pada teori ini bahwa pada hakekatnya sama dengan proses jual beli dimana kedua belah pihak saling memberi harga dan mencari keuntungan.
  • Teori Hasil Interaksi (Theory of Interpersonal Independence). Hubungan dua orang atau lebih dimana saling tergantung untuk mencapai hasil dan memaksimalkan hasil positif bagi tiap peserta interaksi.
  • Teori Fungsional dari Interaksi Otoriter (Equity Theory). Menurut Walster, Berscheid, dan Adams, teori ini membicarakan tentang keadilan dan ketidakadilan dalam hubungan interpersonal. Setiap kontribusi yang diberikan disebut input bersifat negatif contohnya seperti usaha, kerja, dll, dan sesuatu yang diterima disebut outcome bersifat positif afeksi seperti semangat, minat.
  1.  Teori Orientasi Lapangan (Field Theoretical Orientation)
Cara penting pendekatannya menurut Lewin, et al yaitu penggunaan metode konstruktif, pendekatan dinamis, penekanan pada proses psikologis, analisis didasarkan pada situasi secara keseluruhan, Perbedaan antara masalah yang sistematis dan historis, dan representasi matematis dari situasi psikologis.
  1. Teori Peran (Role Theory)
Role atau peran seseorang akan tergantung pada role orang lain dan konteks sosialnya. Biddle dan Thomas membagi peran dalam empat golongan yaitu : (1) orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial. (2) perilaku yang muncul dalam interaksi. (3) kedudukan orang dalam perilaku. (4) kaitan antara orang dan perilaku.

  1. Teori Orientasi Kognitif (Cognitive Theory Orientation)
Teori ini berhubungan dengan proses kognitif yang dibagi menjadi beberapa macam teori lagi :
  • Krech & Crutchfield’s Cognitive Theory
Motivasi bersifat molar, melibatkan kebutuhan dan tujuan. Ketidakstabilan psikologi dapat menyebabkan ketegangan yang mempengaruhi persepsi, kognisi, dan tindakan. Keputusasaan mencapai tujuan atau kegagalan akan muncul dalam berbagai perilaku adaptif maupun maladaptif.
  • Cognitive Consistency Theories
Teori ini berpangkal pada perasaan yang ada pada seseorang (P), terhadap orang lain(X) dan hal lainnya (X).  Terdapat didalamnya prinsip keselarasan mengenai peramalan perubahan sikap dalam situasi tertentu. Teori kognitif menekankan bahwa kondisi kognitif yang tidak konsisten dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan mengarah pada perilaku agar tercapai kenyamanan itu kembali.
  • Teori Atribusi
Teori ini menjelaskan mengenai bagaimana seseorang menentukan dikap, sifat, atau karakteristik berdasarkan apa yang diketahui mengenai orang tersebut pada situasi dan dengan perilaku tertentu.

  • Theories of Social Comparison, Judgement and Perception
Proses saling mempengaruhi dan perilaku bersaing dalam interaksi sosial menimbulkan kebutuhan untuk menilai diri sendiri dengan membandingkan diri dengan diri orang lain. Ada dua hal yang dibandingkan yaitu pendapat dan kemampuan. Manusia biasa melakukan perbandingan diri misalnya seperti kata – kata atau pendapat mana yang lebih baik, ataupun siapa yang memiliki keunggulan tertentu.

Pendekatan dalam Psikologi Sosial

Berikut ini beberapa pendekatan yang bisa dilakukan dalam psikologi sosial :
Psikologi sosial dengan pendekatan biologis diutarakan oleh Mc. Dougall dkk tentang yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya :
  • Naluri manusia yang sudah ada sejak lahir dan tidak dapat dirubah. Adanya dorongan bawaan yang mengarah pada perilaku destruktif meskipun bawaan tersebut bisa diarahkan pada perilaku yang konstruktif.
  • Perbedaan genetik kromosom XYY lebih besar kemungkinan menjadi penjahat, kerusakan otak dan bisa menyebabkan agresivitas pada hewan.

Ruang Lingkup Psikologi Sosial

Shaw dan Constanzo membagi ruang lingkup psikologi sosial menjadi tiga, yaitu :
  1. Studi tentang pengaruh sosial terhadap proses pada individu yang dicontohkan seperti studi tentang persepsi, motivasi proses belajar.
  2. Studi tentang proses proses individu bersama, seperti bahasa, sikap, perilaku, dan lainnya.
  3. Studi tentang interaksi dalam kelompok, misalnya kepemimpinan, komunikasi, persaingan, kerjasama, dan lainnya.
Seperti yang di jelaskan oleh Ahmadi, 2005, bahwa psikologi sosial menjadi objek studi dari segala gerak gerik atau tingkah laku yang timbul dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu masalah pokok yang dipelajari adalah pengaruh sosial terhadap perilaku individu. Masalah yang dikupas dalam psikologi sosial merupakan manusia sebagai anggota masyarakat, seperti hubungan antar individu dalam suatu kelompok. Psikologi sosial meninjau hubungan individu yang satu dengan yang lainnya.

Tujuan Psikologi Sosial

Tujuan psikologi sosial dijabarkan sama seperti disiplin ilmu lainnya. Dimana terdapat tujuan instruksional dalam bentuk tujuan kurikuler atau tujuan pembelajaran. Tujuan kurikuler dalam psikologi sosial, terdapat lima tujuan yang perlu dicapai, yaitu :
  1. Situasi sosial tidak semuanya baik, sehingga peserta didik perlu mendapat pengetahuai tentang psikologi sosial agar tidak terpengaruh, tersugesti, oleh situasi sosial yang tidak baik tersebut.
  2. Peserta didik dibekali pengetahuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial secara sistematis dan menanamkan proses kejiwaan yang berkaitan tentang hubungan kehidupan bersama yang saling mempengaruhi.
  3. Peserta didik dibekali dengan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan sesama individu dalam masyarakat sehingga memudahkan melakukan pendekatan untuk mewujudkan perubahan kepada tujuan dengan sebaik- baiknya.
  4. Peserta didik dibekali dengan kesadaran akan kehidupan bersosial dan lingkungannya untuk merubah sifat dan perilaku sosialnya lebh baik.
  5. Peserta didik dibekali dengan kemampuan pengembangan pengetahuan dan keilmuan psikologi sosial dalam perkembangan kehidupan, perkembangan masyarakat, lingkungan, teknologi, dan keilmuan.
Kelima tujuan diatas merupakan tujuan pengajaran psikologi sosial yang harus dicapai anak didik sebagai hasil pembelajaran kurikulum psikologi sosial.

sumber :https://dosenpsikologi.com/psikologi-sosial

PSIKOLOGI SOSIAL


 PSIKOLOGI SOSIAL 
Related image

Psikologi sosial merupakan keilmuan yang mempelajari tentang hubungan antara manusia dan kelompok pada lingkungannya yang dipengaruhi dengan perilaku manusia. Dalam kehidupan bersosial, terkadang ada kalanya kita mempunyai hubungan yang tidak baik dengan manusia lainnya, terjadi hal -hal yang mencetuskan pertengkaran, pertikaian, atau perselisihan antar kelompok yang bisa terjadi diantara keluarga, teman, tetangga, dan lainnya.

Kemudian, hal ini yang mendorong perkembangan ilmu psikologi sosial untuk mempelajari hubungan antar manusia dan perilaku yang mempengaruhi hubungan tersebut. Hubungan antar manusia yang dipengaruhi oleh tingkah laku, sikap, dan juga pembuatan keputusan berasa dari psikologi sosial dan bisa melahirkan respon yang bersifat destruktif ataupun konstruktif.

Pengertian Psikologi Sosial

Psikologi sosial terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan sosial. Psikologi diartikan sebuah bidang ilmu pengetahuan yang fokus terhadap perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Kemudian, sosial merupakan segala perilaku yang berhubungan dengan hubungan antar individu. Jadi, pengertian psikologi sosial bisa diartikan juga merupakan bidang keilmuan yang mempelajari tentang perilaku dan mental manusia yang berkaitan dengan hubungan antar individu dalam masyarakat.
Baca juga: Kode etik psikologi
Berikut ini merupakan pengertian psikologi sosial menurut para ahlinya :
  1. Hubber Bonner menyatakan psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.
  2. Shaw dan Costanzo menyatakan bahwa psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku individu yang merupakan rangsangan sosial.
  3. Kimbal Young menyatakan bahwa psikologi sosial merupakan studi tentang proses interaksi individu.
  4. Sherif Bersaudara menyatakan dalam bukunya yang berjudul ‘An Outline of Social Psycology’ yaitu psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mepelajari pengalaman dan tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan situasi situasi perangsang sosial.
  5. Gordon W. Allport menyatakan bahwa psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengerti bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku individu dipengaruhi  oleh kenyataan atau kehadiran orang lain.
  6. Joseph E. Mc. Grath menyatakan bahwa psikologi sosial adalah ilmu yang menyelidiki perilaku manusia yang dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan, dan lambang dari orang lain.
  7. Secord dan Backman menyatakan bahwa psikologi sosial meruppakan ilmu yang mempelajari individu dan konteks sosial.

Konsep Dasar Psikologi Sosial

Interaksi sosial manusia di masyarakat baik itu antar individu, individu dan kelompok ataupun antar kelompok memiliki respon kejiwaan. Reaksi kejiwaan seperti sikap, emosional, perhatian, kemauan. Kemudian juga motivasi, harga diri dan lain sebagainya tercakup dalam psikologi sosial. Psikologi sosial merupakan ilmu mengenai proses pekembangan mental manusia sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, psikologi sosial mempelajari hal hal yang meliputi perilaku manusia dalam konteks sosial.

Kemudian, kondisi dalam berinteraksi sosial dipengaruhi tidak hanya oleh proses kejiwaan namun juga kondisi lingkungan. Faktor lingkungan berlaku seperti norma, nilai, aturan sosial, budaya, cuaca, dan lainnya. Lingkungan tersebut mempengaruhi harga diri, etos kerja, kebanggan, semangat hidup, ataupun kesadaran orang dalam kehidupan sehari – hari. Peranan keluarga, teman sejawat, dan orang orang dalam lingkungan juga mendorong semangat, prestasi, seseorang dalam mencapai keberhasilan. Konsep – konsep dasar psikologi sosial menjadi salah satu bagian dari kajian ilmu sosial sebagai berikut :
  1. Emosi terhadap objek sosial
Emosi dan reaksi emosional dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Ketajaman emosi dan reaksi emosional dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pengendalian respon emosi sangat penting dalam kehidupan bersosial. Emosi merupakan kajian dari psikologi sosial yang memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku seseorang teradap respon dari stimulus dalam lingkungan sosial. Bahkan, emosi juga sebagai potensi kepribadian yang perlu dilakukan pembinaan psikologis misal bisa melalui pendidikan keagamaan.
  1. Perhatian
Perhatian atau rasa peka terhadap apa yang terjadi dalam lingkungan sosial seseorang juga mempengaruhi cara seorang individu bersikap terhadap hubungan sosialnya.
  1. Minat
Minat atau daya tarik individu terhadap hubungan sosialnya juga berpengaruh terhadap hubungan antar individu dan kelompok berkaitan dengan proses interaksi dan pemberian respon. Minat muncul dari dalam diri individu dan mungkin bisa dipengaruhi oleh subjek subjek dari luar seperti keluarga, budaya, lingkungan.
Baca juga: Psikologi Abnormal
  1. Kemauan
Kemauan merupakan suatu potensi yang mendorong dalam diri individu untuk memperoleh dan mencapai suatu yang diinginkan. Keinginan yang kuat merupakan modal dasar dari suatu pencapaian. Kemauan menjadi landasan yang kuat untuk melakukan sesuatu untuk berprestasi.
  1. Motivasi
Motivasi sebagai konsep dasar yang timbul dari dalam diri sendiri dan juga bisa didapatkan dari lingkungan atau orang terdekat. Motivasi merupakan kekuatan yang mampu mendorong kemauan untuk mencapai sesuatu. Kemudian motivasi yang keras akan memperkuat perjuangan seorang individu untuk mencapai apa yang diinginkan.
  1. Kecerdasan dalam menanggapi persoalan sosial
Kecerdasan merupakan modal dasar yang ada dalam diri individu masing masing dan berbeda pada setiap individu. Kemudian juga merupakan modal dasar untuk memecahkan permasalahan sosial yang muncul. Potensi kecerdasan yang karakternya bersifat kognitif akan lebih mudah diukur. Sedangkan kecerdasan yang sifatnya afektif lebih sulit diukur dan dievaluasi dengan aspek kecerdasan. Kecerdasan juga sangatlah penting bagi individu untuk menjalani kehidupan dan masalah masalah hidup yang terus terjadi.
  1. Penghayatan
Penghayatan adalah proses kejiwaan yang sifatnya menuntut suasana yang tenang. Proses ini tidak hanya melibatkan sikap merasakan, memperhatikan, menikmati atau lainnya, namun lebih dari itu. Hal -hal yang terjadi dalam proses interaksi sosial, dirasakan serta diikuti dengan tenang sehingga menimbulkan kesan yang mendalam pada diri masing masing individu. Proses penghayatan ini dilakukan dalam kondisi penuh kesadaran. Penghayatan penuh akan lebih sulit dilakukan.

  1. Kesadaran
Kesadaran perlu ada dalam melakukan suatu tindakan, mengambil keputusan dalam interaksi dengan kehidupan sosial. Kesadaran pada individu ditentukan oleh individu itu sendiri setelah melihat apa yang terjadi pada lingkungan sosialnya sebagai respon psikologis yang positif.
  1. Harga diri
Harga diri merupakan konsep yang menciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang bermartabat. Martabat atau harga diri yang terbina dan dipelihara akan menjadi perhitungan bagi pihak individu lain dalam memandang individu. Harga diri yang dijatuhkan akan merusak martabat individu dan dimanfaatkan oleh orang lain untuk hal yang tidak positif.
  1. Sikap mental
Sikap mental merupakan reaksi yang timbul dari diri masing-masing individu jika ada rangsangan yang datang. Reaksi mental bisa bersifat positif, negatif, dan juga netral. Hal tersebut tergantung pada kondisi diri masing masing individu serta bergantung pula pada sifat rangsangan yang datang. Rangsangan yang datang akan direspon oleh individu melalui sikap atau reaksi mental yang bisa dikatakan positi, negatif ataupun netral.

  1. Kepribadian
Kepribadian merupakan gagasan yang dinamika, sikap, dan kebiasaan yang dibina oleh potensi biologis secara psiko-fisiologikal dan secara sosial ditransmisikan melalui budaya, serta dipadukan dengan kemauan, dan tujuan individu berdasarkan keperluan pada lingkungan sosialnya.
Konsep dasar kepribadian menurut Brown bersaudara yaitu sebagai ungkapan denotatif, sedangkan yang dikemukakan oleh Hart dalam pengertian konotatif yang lebih komprehensif. Kepribadian itu bersifat unik yang memadukan potensi internal dengan faktor eksternal berupa lingkungan terbuka. Faktor eksternal seperti lingkungan itu sangat kuat. Faktor lingkungan mampu berperan aktif dalam memberikan pengaruh positif terhadap pembinaan kepribadian. Kepribadian yang kokoh dan kuat diperlukan untuk pembangunan kehidupan yang baik dan mengatasi tantangan tantangan atau persaingan yang semakin berat di lingkungan sosial.

Kemudian, hal ini yang mendorong perkembangan ilmu psikologi sosial untuk mempelajari hubungan antar manusia dan perilaku yang mempengaruhi hubungan tersebut. Hubungan antar manusia yang dipengaruhi oleh tingkah laku, sikap, dan juga pembuatan keputusan berasa dari psikologi sosial dan bisa melahirkan respon yang bersifat destruktif ataupun konstruktif.

Pengertian Psikologi Sosial

Psikologi sosial terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan sosial. Psikologi diartikan sebuah bidang ilmu pengetahuan yang fokus terhadap perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Kemudian, sosial merupakan segala perilaku yang berhubungan dengan hubungan antar individu. Jadi, pengertian psikologi sosial bisa diartikan juga merupakan bidang keilmuan yang mempelajari tentang perilaku dan mental manusia yang berkaitan dengan hubungan antar individu dalam masyarakat.
Baca juga: Kode etik psikologi
Berikut ini merupakan pengertian psikologi sosial menurut para ahlinya :
  1. Hubber Bonner menyatakan psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.
  2. Shaw dan Costanzo menyatakan bahwa psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku individu yang merupakan rangsangan sosial.
  3. Kimbal Young menyatakan bahwa psikologi sosial merupakan studi tentang proses interaksi individu.
  4. Sherif Bersaudara menyatakan dalam bukunya yang berjudul ‘An Outline of Social Psycology’ yaitu psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mepelajari pengalaman dan tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan situasi situasi perangsang sosial.
  5. Gordon W. Allport menyatakan bahwa psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengerti bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku individu dipengaruhi  oleh kenyataan atau kehadiran orang lain.
  6. Joseph E. Mc. Grath menyatakan bahwa psikologi sosial adalah ilmu yang menyelidiki perilaku manusia yang dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan, dan lambang dari orang lain.
  7. Secord dan Backman menyatakan bahwa psikologi sosial meruppakan ilmu yang mempelajari individu dan konteks sosial.
Baca juga: Psikologi Kepribadian

Konsep Dasar Psikologi Sosial

Interaksi sosial manusia di masyarakat baik itu antar individu, individu dan kelompok ataupun antar kelompok memiliki respon kejiwaan. Reaksi kejiwaan seperti sikap, emosional, perhatian, kemauan. Kemudian juga motivasi, harga diri dan lain sebagainya tercakup dalam psikologi sosial. Psikologi sosial merupakan ilmu mengenai proses pekembangan mental manusia sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, psikologi sosial mempelajari hal hal yang meliputi perilaku manusia dalam konteks sosial.
Baca juga: psikologi konseling
Kemudian, kondisi dalam berinteraksi sosial dipengaruhi tidak hanya oleh proses kejiwaan namun juga kondisi lingkungan. Faktor lingkungan berlaku seperti norma, nilai, aturan sosial, budaya, cuaca, dan lainnya. Lingkungan tersebut mempengaruhi harga diri, etos kerja, kebanggan, semangat hidup, ataupun kesadaran orang dalam kehidupan sehari – hari. Peranan keluarga, teman sejawat, dan orang orang dalam lingkungan juga mendorong semangat, prestasi, seseorang dalam mencapai keberhasilan. Konsep – konsep dasar psikologi sosial menjadi salah satu bagian dari kajian ilmu sosial sebagai berikut :
  1. Emosi terhadap objek sosial
Emosi dan reaksi emosional dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Ketajaman emosi dan reaksi emosional dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pengendalian respon emosi sangat penting dalam kehidupan bersosial. Emosi merupakan kajian dari psikologi sosial yang memiliki peranan penting dalam pembentukan perilaku seseorang teradap respon dari stimulus dalam lingkungan sosial. Bahkan, emosi juga sebagai potensi kepribadian yang perlu dilakukan pembinaan psikologis misal bisa melalui pendidikan keagamaan.
  1. Perhatian
Perhatian atau rasa peka terhadap apa yang terjadi dalam lingkungan sosial seseorang juga mempengaruhi cara seorang individu bersikap terhadap hubungan sosialnya.
  1. Minat
Minat atau daya tarik individu terhadap hubungan sosialnya juga berpengaruh terhadap hubungan antar individu dan kelompok berkaitan dengan proses interaksi dan pemberian respon. Minat muncul dari dalam diri individu dan mungkin bisa dipengaruhi oleh subjek subjek dari luar seperti keluarga, budaya, lingkungan.
Baca juga: Psikologi Abnormal
  1. Kemauan
Kemauan merupakan suatu potensi yang mendorong dalam diri individu untuk memperoleh dan mencapai suatu yang diinginkan. Keinginan yang kuat merupakan modal dasar dari suatu pencapaian. Kemauan menjadi landasan yang kuat untuk melakukan sesuatu untuk berprestasi.
  1. Motivasi
Motivasi sebagai konsep dasar yang timbul dari dalam diri sendiri dan juga bisa didapatkan dari lingkungan atau orang terdekat. Motivasi merupakan kekuatan yang mampu mendorong kemauan untuk mencapai sesuatu. Kemudian motivasi yang keras akan memperkuat perjuangan seorang individu untuk mencapai apa yang diinginkan.
  1. Kecerdasan dalam menanggapi persoalan sosial
Kecerdasan merupakan modal dasar yang ada dalam diri individu masing masing dan berbeda pada setiap individu. Kemudian juga merupakan modal dasar untuk memecahkan permasalahan sosial yang muncul. Potensi kecerdasan yang karakternya bersifat kognitif akan lebih mudah diukur. Sedangkan kecerdasan yang sifatnya afektif lebih sulit diukur dan dievaluasi dengan aspek kecerdasan. Kecerdasan juga sangatlah penting bagi individu untuk menjalani kehidupan dan masalah masalah hidup yang terus terjadi.
  1. Penghayatan
Penghayatan adalah proses kejiwaan yang sifatnya menuntut suasana yang tenang. Proses ini tidak hanya melibatkan sikap merasakan, memperhatikan, menikmati atau lainnya, namun lebih dari itu. Hal -hal yang terjadi dalam proses interaksi sosial, dirasakan serta diikuti dengan tenang sehingga menimbulkan kesan yang mendalam pada diri masing masing individu. Proses penghayatan ini dilakukan dalam kondisi penuh kesadaran. Penghayatan penuh akan lebih sulit dilakukan.
Baca juga: Psikologi Keperawatan
  1. Kesadaran
Kesadaran perlu ada dalam melakukan suatu tindakan, mengambil keputusan dalam interaksi dengan kehidupan sosial. Kesadaran pada individu ditentukan oleh individu itu sendiri setelah melihat apa yang terjadi pada lingkungan sosialnya sebagai respon psikologis yang positif.
  1. Harga diri
Harga diri merupakan konsep yang menciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang bermartabat. Martabat atau harga diri yang terbina dan dipelihara akan menjadi perhitungan bagi pihak individu lain dalam memandang individu. Harga diri yang dijatuhkan akan merusak martabat individu dan dimanfaatkan oleh orang lain untuk hal yang tidak positif.
  1. Sikap mental
Sikap mental merupakan reaksi yang timbul dari diri masing-masing individu jika ada rangsangan yang datang. Reaksi mental bisa bersifat positif, negatif, dan juga netral. Hal tersebut tergantung pada kondisi diri masing masing individu serta bergantung pula pada sifat rangsangan yang datang. Rangsangan yang datang akan direspon oleh individu melalui sikap atau reaksi mental yang bisa dikatakan positi, negatif ataupun netral.
  1. Kepribadian
Kepribadian merupakan gagasan yang dinamika, sikap, dan kebiasaan yang dibina oleh potensi biologis secara psiko-fisiologikal dan secara sosial ditransmisikan melalui budaya, serta dipadukan dengan kemauan, dan tujuan individu berdasarkan keperluan pada lingkungan sosialnya.
Konsep dasar kepribadian menurut Brown bersaudara yaitu sebagai ungkapan denotatif, sedangkan yang dikemukakan oleh Hart dalam pengertian konotatif yang lebih komprehensif. Kepribadian itu bersifat unik yang memadukan potensi internal dengan faktor eksternal berupa lingkungan terbuka. Faktor eksternal seperti lingkungan itu sangat kuat. Faktor lingkungan mampu berperan aktif dalam memberikan pengaruh positif terhadap pembinaan kepribadian. Kepribadian yang kokoh dan kuat diperlukan untuk pembangunan kehidupan yang baik dan mengatasi tantangan tantangan atau persaingan yang semakin berat di lingkungan sosial.

sumber : https://dosenpsikologi.com/psikologi-sosial

Pelanggaran terhadap kode etik psikologi lndonesia



Pelanggaran Terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia

Related imageDalam dunia profesi tentunya diperlukan sebuah norma atau aturan untuk mengatur profesionalitas kinerja seseorang. Aturan atau norma tersebut umumnya berisi ketentuan-ketentuan yang membatasi seseorang tentang hal-hal yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilanggar. Dalam dunia praktik ilmu psikologi pun juga dikenal sebuah kode etik dimana berisi ketentuan-ketentuan bagi seorang psikolog untuk menjadi seorang yang profesional.
Kode etik psikologi dikeluarkan oleh Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi). Himpsi merupakan organisasi perkumpulan para psikolog dan ilmuwan psikologi di seluruh Indonesia. Kode etik Psikologi wajib untuk ditaati oleh seorang Psikolog atau Ilmuwan Psikologi. Seorang psikolog adalah orang-orang yang telah menempuh pendidikan S1 bidang ilmu Psikologi dan telah melanjutkan studinya ke jenjang S2. Seorang Psikolog memiliki hak untuk membuka praktek konsultasi Psikologi. Dalam membuka praktik Psikologi, seorang Psikolog harus mempunyai sertifikat atau lisensi untuk membuka praktik konsultasi psikologi yang dikeluarkan oleh Himpsi. Lisensi tersebut berfungsi sebagai legalitas dan juga sebagai fungsi kontrol dari Himpsi tentang praktik konsultasi psikologi yang dilakukan oleh psikolog tersebut.
Sedangkan ilmuwan psikologi adalah seorang lulusan S1 Psikologi atau seorang yang menempuh pendidikan S2 atau S3 di bidang Psikologi namun pendidikan S1 di luar bidang ilmu Psikologi. Seorang ilmuwan psikologi tidak diizinkan untuk membuka praktik konsultasi Psikologi. Mereka diperbolehkan untuk melakukan jasa Psikologi, seperti melakukan tes psikologi. Namun dalam melakaukan tes Psikologi mereka tidak berwenag untuk melakukan interpretasi. Interpretasi hasil tes psikologi dilakukan oleh seorang psikolog.
Aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban Psikolog dan Ilmuwan Psikologi tersebut juga sudah diatur secara jelas dalam kode etik Psikologi Indonesia. Dalam kode etik Psikologi Indonesia juga dijelaskan tentang apa itu jasa Psikologi, praktik Psikologi, pengguna jasa Psikologi, batasan keilmuan Psikologi, tanggung jawab, dan juga aturan-aturan yang lain berkenaan dengan profesionalitas mereka. Namun, dalam kenyataanya, terkadang tidak semua Psikolog atau seorang Ilmuwan Psikologi mematuhi kode etik tersebut. Pelanggaran terhadap kode etik tersebut tentunya mempengaruhi profesionalitas kerja seorang psikolog atau ilmuwan psikologi.
Dalam Ethical Satandards of The American Counselling Association (Gladding,2007) disebutkan bahwa seorang konselor atau psikolog mempunyai tanggung jawab untuk membaca, memahami, dan mengikuti kode etik dan standard kerja. Sedangkan di Indonesia sendiri, dalam kode etiknya juga sudah diatur mengenai pelanggaran terhadap kode etik. Yaitu dalam pasal 17 yang menyatakan bahwa “Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan Psikologi Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia” (Kode Etik Psikologi Indonesia,2000).
Namun, dalam kenyataannya, banyak ditemukan pelanggaran terhadap kode etik yang dilakukan oleh seorang psikolog atatu ilmuwan psikologi. Salah satunya adalah tentang malpraktek psikologi. Malpraktek merupakan praktek psikologi yang jelek, salah dan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang seharusnya dilakukan. Atau dapat juga dikatakan sebagai penyimpangan terhadap praktek psikologi. Waringah (2011) dalam kuliahnya menjelaskan bahwa sebab-sebab terjadinya malpraktek antara lain adalah penyimpangan alat yang digunakan; penyimpangan prosedur yang digunakan; penyimpangan penggunaan data atau hasil tes psikologi untuk keperluan pribadi; penyipangan tujuan tes psikologis, penyimpangan hubungan konselor dan klien; penyimpangan hak atau karya cipta alat-alat tes psikologis; penyimpangan publikasi; penyimpangan dalam hubungan profesional; dan penyimpangan-penyimpangan lain yang tidak sesuai dengan kode etik Psikologi Indonesia.
Salah satu contoh penyimpangan tersebut adalah adanya mahasiswa S1 yang membuka praktek konseling. Menurut hasil survey dalam APA’s Annual Convention tahun 2011 (dalam menemukan bahwa lebih dari 150 mahasiswa lulusan S1 psikologi telah melakukan layanan konseling on line. Baik melalui Mysapce, Facebook, atau LinkedIn. Meskipun konseling tersebut dilakukan secara on line namun hal itu tetap menyalahi kode etik Psikologi. Selain itu, pelaksanaan konseling psikologi secara online juga dapat melanggar hak privasi klien.
Di Indonesia sendiri, ketentuan mengenai hal tersebut telah diatur dalam Pedoman Umum pasal 1 poin a dan b. Dalam kedua poin tersebut dijelaskan bahwa yang seorang ilmuwan psikologi (lulusan S1 Psikologi) hanya berhak memberikan jasa pelayanan psikologi dan tidak berwengan melakukan praktik psikologi. Praktik tersebut termasuk memberikan memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan diagnosis, prognosis, konseling, dan psikoterapi (Kode Etik Psikologi Indonesia,2000).
Contoh pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh seornag peneliti atau ilmuwan psikologi adalah penyimpangan publikasi. Yaitu salah satunya tentang pengakuan hasil karya atau tulisan orang lain sebagai tulisan pribadi atau disebut juga plagiat. Plagiarisme, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tindakan/perbuatan yang mengambil, menyalin, menduplikasi, dan sebagainya, karya oran lain dan menjadikannya karya sendiri tanpa sepengatahuan atau izin sang pemiliknya. Untuk itu tindakan ini digolongkan sebagai tindakan pidana, yaitu pencurian terhadap hasil karya/ kekayaan intelektual milik orang lain . Ada beberapa jenis pelanggaran yang termasuk dalam plagiarisme. Dalam disebutkan bahwa jenis plagiarism yang paling sering dilakukana dalah mengirim hasil karya orang lain atas nama pribadi; menyalin informasi kata demi kata dari internet, salah parafrase dan tanpa mencantumkan referensi.
Bagi seorang psikolog atau ilmuwan psikologi yang melakukan plagiarism berarti telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 15 kode etik Psikologi Indonesia. Pasal tersebut mengatur tentang “Penghargaan terhadap karya cipta pihak lain dan pemanfaatan karya cipta pihak lain” (Kode Etik Psikologi Indonesia,2000). Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai karya cipta pihak lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku; b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya; c) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan menggandakan, memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak cipta”.
Salah satu kasus plagiarism yang cukup mengagetkan di Indonesia adalah kasus Prof Dr Anak Agung Banyu, dosen Universitas Parahyangan (Unpar), yang terpaksa dicopot gelar profesornya karena terbutkti melakukan plagiarism. Kasus lain tetang kasus plagiarism juga disebutkan dalam Journals Step up Plagiarism Policing. Cut-and-paste culture tackled by CrossCheck software (2010). Dalam jurnal tersebut disebutkan bahwa 21 dari 216 jurnal yang diajukan kepada Scientific American pada periode pertama terpaksa ditolak karena telah terbukti melakukan plagiarism. Sedangkan pada periode kedua ada 13 dari 56 artikel yang ditolak .
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti dalam menghindari palgiarism. Yaitu dengan cara mengutip kata atau kalimat orang lain tanpa memparaphrase namun harus digunakan tanda petik dan pencatuman sumbernya. Jumlah kata yang dikutip pun juga dibatasi. Yang kedua adalah dengan menuliskan kembali dengan kalimat sendiri atau melakukan pharaprase dan tetap mencantumkan sumbernya.
Dari pihak akademisi atau penelitian pun ada cara yang dapat ditempuh untuk mendeteksi plagiarism dalam penelitian atau penulisan. Smith, et al (2007) dalam jurnalnya menyebutkan, salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengantisipasinya adalah dengan cara menyimpan, menyortir, makalah yang dikirimkan oleh mahasiswa melalui email. Tujuan dari data base tersebut adalah untuk membantu menciptakan iklim kejujuran dalam dunia akademik. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Smith, menemukan bahwa makalah yang dikirim oleh mahsiswanya, yang dipilih secara random, menunjukkan adanya plagiarism. Hal tersebut digolongkan sebagai ketidakjujuran akademis. Data base yang telah dimiliki dapat membantu mendeteksi kasus ketidakjujuran akademisi seperti memotong dan mem paste dari sebuah situs web atau dengan menyerahkan tugas yang sebelumnya.
Dalam menyelesaikan semua kasus pelanggaran terhadap kode etik Piskologi Indonesia diperlukan keterlibatan beberapa pihak. Mengenai hal ini, keterlibatan Majelis Psikologi Indonesia diperlukan untuk menentukan sanksi apa yang akan diberikan. Pelaku pelanggaran pun juga diberi kesempatan untuk membela diri. Ketentuan ini telah disepakati dalam kode etik Psikologi Indonesia dalam pasal 18. 

sumber :  https://hereforthem.wordpress.com/2012/06/25/pelanggaran-terhadap-kode-etik-psikologi-indonesia/

Selasa, 20 Maret 2018

prinsip umum kode etik





Pasal 2
Prinsip Umum

 Related image

Prinsip A: Penghormatan pada Harkat Martabat Manusia

(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menekankan pada hak asasi manusia dalam melaksanakan layanan psikologi.
(2) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghormati martabat setiap orang serta hak-hak individu akan keleluasaan pribadi, kerahasiaan dan pilihan pribadi seseorang.
(3) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa diperlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan individu atau komunitas yang karena keterbatasan yang ada dapat mempengaruhi otonomi dalam pengambilan keputusan.
(4) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari dan menghormati perbedaan budaya, individu dan peran, termasuk usia, gender, identitas gender, ras, suku bangsa, budaya, asal ke-bangsaan, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), bahasa dan status sosialekonomi, serta mempertimbangkan faktor-faktor tersebut pada saat bekerja dengan orang-orang dari kelompok tersebut.
(5) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha untuk menghilangkan pengaruh bias faktorfaktor tersebut pada butir (3) dan menghindari keterlibatan baik yang disadari maupun tidak disadari dalam aktifitas-aktifitas yang didasari oleh prasangka.

Selasa, 13 Maret 2018

etika psikologi


 
Kode Etik Psikologi – Hukum dan Penjelasannya  
 
 
 Kode etik psikologi merupakan dasar perlindungan dari nilai – nilai yang diterapkan. Kode etik bertujuan untuk menjamin kesejahteraan umat manusia dan memberikan perlindungan terhadap layanan masyarakat terkait praktek layanan psikologi.
Pengertian Kode Etik Psikologi
                • Kode Etik menuruk Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan norma atau nilai nilai yang diterima oleh suatu kelompok sebagai landasan dalam bertingkah laku.
Kode etik psikologi pada hakekatnya mengandung nilai moral yang bersifat umum dan menyeluruh dan disusun dengan memperhatikan aturan internasional.

Fungsi Kode Etik Psikologi
Kode etik berfungsi sebagai landasan perlindungan dan pengembangan sebuah profesi. Menurut Gibson kode etik menjadi pedoman pelaksanaan tugas secara profesional bagi masyarakat. Biggs dan Blocker mengungkapkan fungsi kode etik dibagi menjadi tiga yaitu :
  1. Melindungi suatu profesi (Psikologi).
  2. Mencegah perdebatan atau pertentangn internal dalam profesi.
  3. Melindungi pelaksana profesi dari kesalahan praktik psikologi.

I. Pedoman Umum

Pasal 1
  • Kode Etik psikologi adalah seperangkat nilai nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik – baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.
  • Psikologi merupakan ilmu yang berfokus pada perilaku dan proses mental yang melatarbelakangi, serta penerapan dalam kehidupan manusia. Ahli, dalam ilmu psikologi dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu profesi atau berkaitan dengan praktek psikologi dan ilmu psikologi termasuk dalam hal ini ilmu murni atau terapan.
  • Psikolog adalah lulusan pendidikan profesi yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar belakang S1 dan S2. Psikolog memiliki kewenangan memberikan layanan psikologi meliputi konseling, penelitian, pengajaran, supervisi, layanan masyarakat. Dan juga pengembangan kebijakan, intervensi, pengembangan instrumen asesmen psikologi, dan lainnya dan diwajibkan memiliki izin praktik psikologi sesuai ketentuan.
Pasal 2: Prinsip Umum
  • Prinsip A : Penghormatan pada harkat martabat Manusia
  • Prinsip B : Integritas dan Sikap Ilmiah
  • Prinsip C : Profesional
  • Prinsip D : Keadilan
  • Prinsip E : Manfaat
Baca juga: Psikologi Abnormal

II. Mengatasi Isu Etika

Pasal 3 : Majelis Psikologi Indonesia
Majelis psikologi adalah penyelenggara organisasi yang memberikan pertimbangan etis, normatif maupun keorganisasian dalam kaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan maupun praktik psikologi kepada anggota maupun organisasi.

Pasal 4 : Penyalahgunaan di Bidang Psikologi
Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan atau ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam koode etik psikologi Indonesia. Hal ini termasuk adalah pelanggaran oleh psikolog terhadap sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan psikolog, atau psikolog yang tidak memiliki ijin praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
1. Pelanggaran ringan
Tindakan yang dilakukan oleh seorang psikolog atau ilmuwan psikologi yang tidak dalam kondisi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi salah satu dari berikut ini: (1) ilmu psikologi; (2) profesi psikologi; (3) pengguna jasa layanan psikologi; (4) individu yang melakukan pemeriksaan; (5) pihak pihak yang terkait.
2. Pelanggaran Sedang
Tindakan yang dilakukan oleh psikolog atau ilmuwan psikolog karena kelalaiannya dalam melaksanakan proses maupun penanganan yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan mengakibatkan kerugian bagi : (1) ilmu psikologi; (2) profesi psikologi; (3) pengguna jasa layanan psikologi; (4) individu yang melakukan pemeriksaan; (5) pihak pihak yang terkait.
3. Pelanggaran Berat
Tindakan yang sengaja dilakukan oleh psikolog atau ilmuwan psikolog yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang mengakibatkan kerugian pada : (1) ilmu psikologi; (2) profesi psikologi; (3) pengguna jasa layanan psikologi; (4) individu yang melakukan pemeriksaan; (5) pihak pihak yang terkait.

Pasal 5 : Penyelesaian Isu Etika
(1) Apabila tanggung jawab etika psikologi bertentangan dengan peraturan hukum, hukum pemerintah atau peraturan lainnya, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menunjukkan komitmennya terhadap kode. Etik akan melakukan langkah-langkah untuk penyelesaian konflik sesuai dengan yang diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Kemudian, apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi diharapkan patuh terhadap tuntutan hukum, peraturan atau otoritas hukum lainnya yang berlaku.
(2) Apabila tuntutan organisasi dimana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berafiliasi atau bekerja bertentangan dengan Kode Etik Psikologi Indonesia, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menjelaskan sifat dan jenis konflik, memberitahu komitmennya terhadap kode etik dan jika memungkinkan menyelesaikan konflik tersebut dengan berbagai cara sebagai bentuk tanggung jawab dan kepatuhan terhadap kode etik.
(3) Pelanggaran terhadap etika profesi psikologi dapat dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, perorangan, organisasi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain. Pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan disertai bukti terkait ditujukan kepada Himpunan Psikologi Indonesia untuk nantinya diserahkan kepada Majelis Psikologi Indonesia. Mekanisme pelaporan secara detail akan diatur dalam mekanisme tersendiri.
(4) Kerjasama antara Pengurus Himpsi dan Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian kasus pelanggaran Kode Etik. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dalam pelaksanaan tindakan investigasi, proses penyidikan dan persyaratan yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan memanfaatkan sistem di dalam organisasi yang ada. Dalam pelaksanaannya diusahakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan tetap memegang teguh prinsip kerahasiaan.
(5) Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Psikologi Indonesia, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat memberi masukan kepada Majelis Psikologi Wilayah atau Pusat dengan prosedur sebagai berikut: a. Mengadakan pertemuan guna membahas masalah tersebut b. Meminta klarifikasi kepada pihak yang melakukan pelanggaran c. Berdasarkan klarifikasi menentukan jenis pelanggaran
(6) Majelis Psikologi akan melakukan klarifikasi pada anggota yang dipandang melakukan pelanggaran. Berdasarkan keterangan anggota yang bersangkutan dan data-data lain yang berhasil dikumpulkan, maka Majelis Psikologi akan mengambil keputusan tentang permasalahan pelanggaran tersebut.
(7) Jika anggota yang diputuskan melakukan pelanggaran oleh majelis psikologi tidak puas dengan keputusan yang dibuat majelis, apabila dipandang perlu, Pengurus Pusat bekerjasama dengan Pengurus Wilayah terkait dapat mendampingi Majelis Psikologi untuk membahas masalah tersebut, baik kepada anggota yang bersangkutan maupun untuk diumumkan sesuai dengan kepentingan.
ads

Pasal 6 : Diskriminasi yang Tidak Adil terhadap Keluhan
Himpunan Psikologi Indonesia dan Majelis Psikologi tidak menolak siapapun yang mengajukan keluhan karena terkena pelanggaran etika. Keluhan harus di dasarkan pada fakta-fakta yang jelas dan masuk akal.

III. Kompetensi

Pasal 7 : Ruang Lingkup Kompetensi
  • Ilmuwan psikologi memberikan layanan dalam bentuk mengajar, melakukan penelitian dan/ atau intervensi sosial dalam area sebatas kompetensinya, berdasarkan pendidikan, pelatihan atau pengalaman sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Psikolog dapat memberikan layanan sebagaimana yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi serta secara khusus dapat melakukan praktik psikologi terutama yang berkaitan dengan asesmen dan intervensi yang ditetapkan setelah memperoleh ijin praktik sebatas kompetensi yang berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman terbimbing, konsultasi, telaah dan/atau pengalaman profesional sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam menangani berbagai isu atau cakupan kasuskasus khusus, misalnya terkait penanganan HIV/AIDS, kekerasan berbasis gender, orientasi seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), atau yang terkait dengan kekhususan ras, suku, budaya, asli kebangsaan, agama, bahasa atau kelompok marginal, penting untuk mengupayakan penambahan pengetahuan dan ketrampilan melalui berbagai cara seperti pelatihan, pendidikan khusus, konsultasi atau supervisi terbimbing untuk memastikan kompetensi dalam memberikan pelayanan jasa dan/ atau praktik psikologi yang dilakukan kecuali dalam situasi darurat sesuai dengan pasal yang membahas tentang itu.
  • Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi perlu menyiapkan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam area-area yang belum memiliki standar baku penanganan, guna melindungi pengguna jasa layanan psikologi serta pihak lain yang terkait.
  • Dalam menjalankan peran forensik, selain memiliki kompetensi psikologi sebagaimana tersebut di atas, Psikolog perlu memahami hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya hukum pidana, sehubungan dengan kasus yang ditangani dan peran yang dijalankan.
Pasal 8 : Peningkatan Kompetensi
Psikolog dan Ilmuwan Psikologi wajib melaksanakan upaya-upaya yang berkesinambungan guna mempertahankan dan meningkatkan kompetensi mereka.

Pasal 9 : Asas Kesediaan
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghormati dan menghargai hak pemakai jasa atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian jasa/praktik psikologi, mengingat asas sukarela yang mendasari pemakai jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian jasa/praktik psikologi.

Pasal 10 : Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa psikologi hanya boleh dilakukan oleh Psikolog berdasarkan kompetensi dan kewenangan.

Pasal 11 : Masalah dan Konflik Personal
(1) Psikolog atau ilmuwan psikologi sadar bahwa masalah dan konflik pribadi mereka akan dapat mempengaruhi kefefektifan kerja. Kemudian, dalam hal ini, psikolog atau ilmuwan psikologi mampu membentengi diri dari tindakan yang dapat merugikan pengguna layanan psikologi serta pihak lain yang terlibat. Dan juga sebagai akibat dari masalah atau konflik pribadi tersebut.
(2) Psikolog atau ilmuwan psikologi berkewajiban untuk waspada terhadap tanda – tanda adanya masalah atau konflik pribadi. Kemudian, apabila hal ini terjadi, secepat mungkin mencari bantuan dengan melakukan konsultasi yang efektif agar dapat kembali melakukan pekerjaannya dengan cepat. Psikologi juga dapat membatasi, menangguhkan, bahkan menghentikan kewajiban dari layanan psikologi tersebut.

Pasal 12 : Pemberian layanan Psikologi dalam Keadaan Darurat
(1) Keadaan darurat adalah suatu kondisi di mana layanan kesehatan mental dan/atau psikologi secara mendesak dibutuhkan tetapi tidak tersedia tenaga Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang memiliki kompetensi untuk memberikan layanan psikologi yang dibutuhkan.
(2) Dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kebutuhan yang ada tetap harus dilayani. Karenanya Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi dalam bidang tersebut dapat memberikan layanan psikologi untuk memastikan bahwa kebutuhan layanan psikologi tersebut tidak ditolak.
(3) Selama memberikan layanan psikologi dalam keadan darurat, Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan perlu segera mencari psikolog yang kompeten untuk mensupervisi atau melanjutkan pemberian layanan psikologi tersebut.
(4) Apabila Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang lebih kompeten telah tersedia atau kondisi darurat telah selesai, maka pemberian layanan psikologi tersebut harus dialihkan kepada yang lebih kompeten atau dihentikan segera.

IV. Hubungan Antar Manusia

Pasal 13 : Sikap Profesional
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam memberikan layanan psikologi, baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/ institusi, harus sesuai dengan keahlian dan kewenangannya serta berkewajiban untuk:
  • a) Mengutamakan dasar-dasar profesional.
  • b) Memberikan layanan kepada semua pihak yang membutuhkannya.
  • c) Melindungi pemakai layanan psikologi dari akibat yang merugikan sebagai dampak layanan psikologi yang diterimanya.
  • d) Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut.
  • e) Dalam hal pemakai layanan psikologi menghadapi kemungkinan akan terkena dampak negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian layanan psikologi yang dilakukan oleh Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi maka pemakai layanan psikologi tersebut harus diberitahu.
Pasal 14 : Pelecehan
(1) Pelecehan Seksual Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam penerapan keilmuannya tidak terlibat dalam pelecehan seksual. Tercakup dalam pengertian ini adalah permintaan hubungan seks, cumbuan fisik, perilaku verbal atau non verbal yang bersifat seksual, yang terjadi dalam kaitannya dengan kegiatan atau peran sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi. Pelecehan seksual dapat terdiri dari satu perilaku yang intens/parah, atau perilaku yang berulang, bertahan/sangat meresap, serta menimbulkan trauma. Perilaku yang dimaksud dalam pengertian ini adalah tindakan atau perbuatan yang dianggap:
  • (a) tidak dikehendaki, tidak sopan, dapat menimbulkan sakit hati atau dapat menimbulkan suasana tidak nyaman, rasa takut, mengandung permusuhan yang dalam hal ini Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengetahui atau diberitahu mengenai hal tersebut atau
  • (b) bersikap keras atau cenderung menjadi kejam atau menghina terhadap seseorang dalam konteks tersebut,
  • (c) sepatutnya menghindari hal-hal yang secara nalar merugikan atau patut diduga dapat merugikan pengguna layanan psikologi atau pihak lain.
Pasal 15 : Penghindaran Dampak Buruk
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi mengambil langkah-langkah yang masuk akal untuk menghindari munculnya dampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terkait dengan kerja mereka serta meminimalkan dampak buruk untuk hal-hal yang tak terhindarkan tetapi dapat diantisipasi sebelumnya. Dalam hal seperti ini, maka pemakai layanan psikologi serta pihak-pihak lain yang terlibat harus mendapat informasi tentang kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Pasal 16 : Penggunaan dan Penguasaan Sarana Pengukuran
  • a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib membuat kesepakatan dengan lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja mengenai halhal yang berhubungan dengan masalah pengadaan, pemilikan, penggunaan, penguasaan sarana pengukuran. Ketentuan mengenai hal ini diatur tersendiri.
  • b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran agar tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.
Pasal 17 : Konflik Kepentingan
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran profesional apabila kepentingan pribadi, ilmiah, profesional, hukum, finansial, kepentingan atau hubungan lain diperkirakan akan merusak objektivitas, kompetensi, atau efektivitas mereka dalam menjalankan fungsi sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi atau berdampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan pengguna layanan psikologi tersebut.

Pasal 18 : Eksploitasi
(1) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak melakukan hal-hal yang dianggap mengandung unsur eksploitasi, yaitu:
Sponsors Link
  1. Pemanfaatan atau eksploitasi terhadap pribadi atau pihak-pihak yang sedang mereka supervisi, evaluasi, atau berada di bawah wewenang mereka, seperti mahasiswa, karyawan, peserta penelitian, orang yang menjalani pemeriksaan psikologi ataupun mereka yang berada di bawah penyeliaannya.
  2. Terlibat dalam hal-hal yang mengarah pada hubungan seksual dengan mahasiswa atau mereka yang berada di bawah bimbingan di mana Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki wewenang evaluasi atau otoritas langsung.
  3. Pemanfaatan atau eksploitasi atau terlibat dalam hal-hal yang mengarah pada hubungan seksual dengan pengguna layanan psikologi.
(2) Eksploitasi Data Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi tidak melakukan hal-hal yang dianggap mengandung unsur pemanfaatan atau eksploitasi data dari mereka yang sedang disupervisi, dievaluasi, atau berada di bawah wewenang mereka, seperti mahasiswa, karyawan, partisipan penelitian, pengguna jasa layanan psikologi ataupun mereka yang berada di bawah penyeliaannya dimana data tersebut digunakan atau dimanipulasi digunakan untuk kepentingan pribadi. Hubungan sebagaimana tercantum pada (1) dan (2) harus dihindari karena sangat mempengaruhi penilaian masyarakat pada Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi ataupun mengarah pada eksploitasi.
Pasal 19  : Hubungan Profesional
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi memiliki dua jenis bentuk hubungan profesional yaitu hubungan antar profesi yaitu dengan sesama Psikolog dan/ atau Ilmuwan Psikologi serta hubungan dengan profesi lain.
(1) Hubungan antar profesi
  • a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menghargai, menghormati dan menjaga hak-hak serta nama baik rekan profesinya, yaitu sejawat akademisi Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi.
  • b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi seyogyanya saling memberikan umpan balik konstruktif untuk peningkatan keahlian profesinya.
  • c) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib mengingatkan rekan profesinya dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik psikologi.
  • d) Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang di luar batas kompetensi dan kewenangan, dan butir a), b), dan c) di atas tidak berhasil dilakukan maka wajib melaporkan kepada organisasi profesi.
(2) Hubungan dengan Profesi lain
  • a) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib menghargai, menghormati kompetensi dan kewenangan rekan dari profesi lain.
  • b) Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi wajib mencegah dilakukannya pemberian layanan psikologi oleh orang atau pihak lain yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan.
Pasal 20 : Informed Consent
Setiap proses dibidang psikologi yang meliputi penelitian/ pendidikan/ pelatihan/ asesmen/ intervensi yang melibatkan manusia harus disertai dengan informed consent. Informed Consent adalah persetujuan dari orang yang akan menjalani proses dibidang psikologi yang meliputi penelitian pendidikan/pelatihan/asesmen dan intervensi psikologi. Persetujuan dinyatakan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh orang yang menjalani pemeriksaan/yang menjadi subyek penelitian dan saksi. Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam informed consent adalah:
  1. Kesediaan untuk mengikuti proses tanpa paksaan.
  2. Perkiraan waktu yang dibutuhkan.
  3. Gambaran tentang apa yang akan dilakukan.
  4. Keuntungan dan/atau risiko yang dialami selama proses tersebut.
  5. Jaminan kerahasiaan selama proses tersebut.
  6. Orang yang bertanggung jawab jika terjadi efek samping yang merugikan selama proses tersebut.
Pasal 22 : Pengalihan dan Penghentian Layanan Psikologi
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari pentingnya perencanaan kegiatan dan menyiapkan langkah-langkah yang perlu dilakukan bila terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan pelayanan psikologi mengalami penghentian, terpaksa dihentikan atau dialihkan kepada pihak lain. Sebelum layanan psikologi dialihkan atau dihentikan pelayanan tersebut dengan alasan apapun, hendaknya dibahas bersama antara Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dengan penerima layanan psikologi kecuali kondisinya tidak memungkinkan.
(1) Pengalihan layanan: Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat mengalihkan layanan psikologi kepada sejawat lain (rujukan) karena:
  • a) Ketidakmampuan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, misalnya sakit atau meninggal.
  • b) Salah satu dari mereka pindah ke kota lain.
  • c) Keterbatasan pengetahuan atau kompetensi dari Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi.
  • d) Keterbatasan pemberian imbalan dari penerima jasa layanan psikologi.
(2) Penghentian layanan: Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menghentikan layanan psikologi apabila:
  • a) Pengguna layanan psikologi sudah tidak memerlukan jasa layanan psikologi yang telah dilakukan.
  • b) Ketergantungan dari pengguna layanan psikologi maupun orang yang menjalani pemeriksaan terhadap Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang bersangkutan sehingga timbul perasaan tak nyaman atau tidak sehat pada salah satu atau kedua belah pihak.